Posts

Showing posts from June, 2017

Hadits majelis orang berilmu lebih utama dari shalat seribu rakaat.

Hadits ini ditemui antara lain dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin karya Imam al-Gazali, berbunyi : وفي حديث أبي ذر رضي الله عنه حضور مجلس عالم أفضل من صلاة ألف ركعة وعيادة ألف مريض وشهود ألف جنازة فقيل يا رسول الله ومن قراءة القرآن فقال صلى الله عليه وسلم وهل ينفع القرآن إلا بالعلم Dalam hadits Abi Dzar r.a. , menghadiri majelis orang berilmu lebih utama dari salat seribu rakaat, mengunjungi seribu orang sakit atau menyaksikan seribu jenazah. Ditanyakan, “Ya Rasulullah, bagaimana dari membaca al-Qur’an ?,”  Rasulullah SAW menjawab : “Apakah al-Qur’an bermanfaat kecuali dengan ilmu ?” [1] Zainuddin al-Iraqi dalam mentakrij hadits ini mengatakan, hadits ini telah disebut oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Mauzhu’at dari hadits Umar dan aku belum menemukannya dari thariq Abu Dzar. [2] Penjelasan al-Iraqi ini telah dikutip oleh al-‘Ajluni dalam kitab beliau Kasyf al-Khufaa. [3] Apabila kita perhatikan keterangan di atas, yang jelaskan Ibnu al-Jauzi di atas adalah hadits ini dengan sanad yang beru

Asshalata jami’ah untuk shalat janazah

Sebagaimana dimaklumi tidak disyariatkan azan dan iqamah untuk salat janazah. Namun terjadi khilaf ulama Syafi’iyah dalam hal mengatakan Asshalata jami’a h untuk shalat janazah sebagai pengganti iqamah. Dalam Majmu’ Syarah al-Muhazzab disebutkan : وَلَا يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ فِي صَلَاةِ الْجِنَازَةِ عَلَى أَصَحِّ الْوَجْهَيْنِ وَبِهِ قَطَعَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْبَنْدَنِيجِيّ وَالْمَحَامِلِيُّ وَصَاحِبُ الْعُدَّةِ وَالْبَغَوِيُّ وَآخَرُونَ وَقَطَعَ الْغَزَالِيُّ بِأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ فِيهَا وَالْمَذْهَبُ الْأَوَّلُ وَهُوَ الْمَنْصُوصُ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي أَوَّلِ كِتَابِ الْأَذَانِ مِنْ الْأُمِّ لَا أَذَانَ وَلَا إقَامَةَ لِغَيْرِ الْمَكْتُوبَةِ فَأَمَّا الْأَعْيَادُ وَالْكُسُوفُ وَقِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ فَأُحِبُّ أَنْ يُقَالَ فِيهِ الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ قَالَ وَالصَّلَاةُ عَلَى الْجِنَازَةِ وَكُلُّ نَافِلَةٍ غَيْرِ الْعِيدِ وَالْخُسُوفِ فَلَا أَذَانَ فِيهَا وَلَا قَوْلَ الصَّلَاةَ جَامِعَةً هَذَا نَصُّهُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ Tidak disunatkan mengatakan Asshalat

Mampu dengan jalan yakin, apakah boleh berijtihad?

Al-Imam al-Suyuthi dalam kitab al-Asybah wan Nadhair mengatakan : Qaidah Fiqh yang ke sembilan belas adalah : القادرعلى اليقين هل له الاجتهاد والاخذ بالظن فيه خلاف والترجيح مختلف في الفروع Orang yang mampu beramal dengan yakin, apakah boleh baginya melakukan ijtihad dan berpegang kepada dhan?. Ini ada khilaf, sedangkan tarjihnya berdasarkan khilaf pada furu’nya. Furu’-furu’nya adalah sebagai berikut : 1.     Seseorang mempunyai dua bejana air, salah satunya bernajis (ragu mana yang suci). Sedangkan dia mampu menggunakan air  suci dengan cara yakin, sebab dia berada dalam laut atau bersamanya ada bejana yang ketiga yang diyakini suci atau menggunakan air suci secara yakin dengan cara mencampurkan kedua bejana air tersebut sehingga kumpulan air mencapai dua qulah dan yakin suci. Maka menurut pendapat yang lebih shahih boleh baginya ijtihad dalam memilih mana satu antara dua bejana tersebut yang suci tanpa beralih ke air lain yang dipastikan suci. 2.     Seseorang mempunyai dua pakaian, s

Talak dalam keadaan marah

Dalam risalah Ibnu al-Qayyim disebutkan, keadaan orang marah terdiri tiga pembagian, yaitu : 1.       Ada padanya mabadi marah (permulaan marah), dalam marahnya tidak menyebabkan berubah akalnya dan dia mengetahui dan mengqashad apa yang dia katakan. Ini tidak ada musykil (jatuh talaq). 2.       Marah yang sampai pada puncaknya, sehingga tidak diketahui apa yang dikatakan dan juga perkataannya itu tidak diqashadnya lagi. Ini tidak diragukan tidak berlaku apapun dari perkataannya. 3.       Pertengahan antara dua kelompok marah di atas. Orang marah kelompok ini tidak seperti orang gila. Dalil-dalil menunjukkan tidak berlaku juga perkataannya. [1] Sebagaimana penjelasan diatas, para ulama sepakat jatuh talaq dalam kasus marah biasa, yakni marah katagori pertama dalam pengelompokan di atas dan tidak jatuh talaq pada katagori kedua, yakni marah yang sudah sampai puncaknya yang dapat menghilangkan akalnya, sehingga tidak diketahui lagi apa yang dikatakan serta perkataannya itu tidak diqashad