Posts

Showing posts from March, 2018

Ketika tuhan kaum Wahabi duduk bersila di atas ‘arasy

Ketika tuhan kaum Wahabi duduk di atas ‘arasy, maka yang terjadi adalah : 1.     Adakalanya tuhan bersentuhan dengan arasy dan adakalanya terpisah. Seandainya tersentuh, maka tidak ada yang tersentuh dengan suatu benda (karena ‘arasy adalah benda) kecuali benda juga. Maka tuhan kaum Wahabi adalah benda. Seandainya terpisah dari ‘arasy, maka antara ‘arasy dan tuhan ada jarak pemisah. Jarak pemisah ini bisa jadi suatu yang maujud (ada) dan bisa jadi suatu yang ma’dum (tidak ada). Seandainya jarak pemisah ini suatu yang maujud, maka yang maujud ini bisa jadi qadim dan bisa jadi baharu. Seandainya yang maujud itu qadim, maka sungguh ada dua qadim, yakni tuhan dan yang maujud tersebut. Maujud yang qadim ini ada dua kemungkinan, bisa jadi dia tuhan dan bisa jadi bukan tuhan. Seandainya maujud yang qadim ini tuhan, maka sungguh sudah ada dua tuhan dan seandainya bukan tuhan, maka sungguh ada yang qadim selain tuhan yang tidak termasuk ciptaan tuhan. Saingan tuhan kalee......? hehe. Seandainya

Mengapa ‘aqaid ketuhanan wajib disandarkan kepada dalil ‘aqli

Aqidah Islam ditetapkan oleh Allah SWT dan kita sebagai manusia wajib mempercayainya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman atau mukmin. Namun bukan berarti keimanan itu ditanamkan ke dalam diri seseorang secara dogmatis, sebab proses keimanan haruslah disertai dalil-dalil qath’i yang dapat menghasilkan keyakinan yang qath’i. Dalil ini adakalanya bersifat aqli atau naqli, tergantung perkara apa yang diimani. Jika sesuatu itu masih dalam jangkauan akal maka dalilnya adalah aqli, tetapi jika sesuatu itu di luar jangkauan akal, wajib disandarkan pada dalil naqli. Dengan demikian dalil aqidah ada dua: 1.    Dalil ‘Aqli :  dalil yang digunakan untuk membuktikan perkara-perkara yang dapat menggunakan akal untuk mencapai kebenaran yang pasti dari keimanan. Yang meliputi di dalamnya adalah beriman kepada keberadaan Allah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an, dan pembuktian seseorang sebagai utusan Allah. 2.    Dalil Naqli:  berita (khabar) pasti (qath’i) yang diberitakan kepada manu

Kenapa yang wajib diketahui hanya dua puluh sifat yang wajib bagi Allah Ta'ala

A.     Pembagian sifat dari aspek dalilnya. Dari sisi pendaliliannya, para ulama membagi sifat-sifat Allah kepada tiga pembagian, yakni : 1.     Sifat-sifat yang tidak sah pendaliliannya kecuali dengan dalil akal, yakni sifat-sifat yang tawaqquf mu’jizat kepadanya (tidak ada mu’jizat kecuali dengannya), seperti wujud, qidam, baqaa, qiyamuhu binafsihi, mukhalafatuhu lil hawadits, qudrah, iradah, ilmu dan hayah. 2.     Sifat-sifat yang tidak sah pendaliliannya kecuali dengan dalil sima’i (dalil naqli), yakni yang sifat-sifat yang tidak tawaqquf mu’jizat kepadanya seperti sama’, bashar dan kalam. 3.     Sifat yang terjadi khilafiyah padanya. Namun menurut pendapat yang lebih shahih, dalilnya adalah ‘aqli. [1] Pendalilian dengan dalil naqli juga berlaku bagi sifat keadaan zat yang mendengar, keadaan zat yang melihat dan keadaan zat yang berkalam. Karena tiga sifat ini merupakan konsekwensi logis dari sifat sama’, bashar dan kalam. Al-Dusuqi mengatakan sifat dua puluh yang telah disebutkan,