Posts

Showing posts from September 18, 2017

Ghayatul Wushul (Terjemahan dan Penjelasannya), Masalik 'Illat, Hal. 119-120

(و) النص (الظاهر) بأن يحتمل غير العلية احتمالاً مرجوحا (كاللام ظاهرة) نحو كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات إلى النور (فمقدرة) نحو؛ ولا تطع كل حلاف إلى قوله أن كان ذا مال وبنين أي لأن (فالباء) نحو فبما رحمة من الله أي لأجلها لنت لهم. (فالفاء في كلام الشارع) وتكون فيه في الحكم كقوله تعالى والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما وفي الوصف كخبر الصحيحين في المحرم الذي وقصته ناقته لا تمسوه طيبا ولا تخمروا رأسه فإنه يبعث يوم القيامة ملبيا Dan nash dhahir, yakni ada kemungkinan bukan ‘illat, tetapi kemungkinan itu lemah, seperti  huruf “lam” yang disebut secara dhahir, contohnya firman Allah : “Kitab yang Kami turunkannya kepadamu supaya kamu keluarkan manusia dari kegelapan kepada bercahaya” (Q.S. Ibrahim : 1) dan huruf “lam” yang ditaqdirkan, contohnya firman Allah : “Jangan kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina”, sampai dengan firman Allah : “Keadaan dia banyak mempunyai harta dan anak” (Q.S. al-Qalam : 10-14),  maksudnya karena keadaan. Kemudian huruf “ba”, contohnya

5249. JIKA BERSENGGAMA DIJADIKAN IBADAH WIRID

PERTANYAAN : Diskripsi : Ahmada adalah seorang santri yang beristrikan Nazyla.  Mereka berdua menikah disamping dijodohkan oleh kedua orang tua mereka, juga karena keduanya saling mencintai. Untuk tetap menjaga cinta suci  itu dan membahagiakan istrinya, apapun dilakukan oleh Ahmada sesuai dgn ilmu yg telah ia pelajari di pesantren. Tak terkecuali pada masalah jima'. Ahmada punya komitmen untuk me-wirid-kan jima' yang bernilai ibadah di setiap empat malam sekali. Nazyla pun meng-amini tekad sang suami. Dan akhirnya mereka berdua melaksanakan wirid jima' itu. Pertanyaan : Sesuai deskripsi di atas, andai suatu saat Ahmada tidak bisa  melaksanakan wirid jima' nya karena ada udzur, apakah ia disunnahkan mengqodlo'nya di waktu / malam yang lain ? [ Umronuddin ]. JAWAB : A. Jima' jika tidak menjadi wirid tidak sunnah diqodho. B. Jima' yang bernilai ibadah dan sudah menjadi wirid, sunnah diqodho'. Refrensi : - Sarah an-nawawi ‘ala muslim 7/92 -